CRITICAL REVIEW
Judul
Buku : “Philosophy Of Science”
Pengarang : Alexander
Bird’s
Tahun : 1998
Penerbit : University
College London (UCL)
ISBNs :1-85728-681-2
HB
1-85728-504-2 PB
Buku Alexander Bird's “
Philosophy of Science” merupakan buku
pengenalan secara umum tentang filsafat dari
ilmu pengetahuan, atau juga bisa di katakan bahwa buku ini mengenalkan
semua bidang inti dari filsafat . Dalam Pendahuluan Bird’s
mengungkapkan bahwa selagi positivis dan
program-program yang terkait
yang digagalkan untuk mengembangkan filsafat dari ilmu pengetahuan dibangun
dari satu dasar empiris atau perhitungan logika induktif .
Sejarah pendekatan filosofi Sosiologis dari
ilmu pengetahuan, mengasilkan
banyak metoda, bersama dengan relativisme dan
memisahkan diri dari filsafat utama. Bird’s memulai sebuah jalan tengah yang bijaksana, yaitu
pemikiranya merupakan tren saat
ini dalam filsafat ilmu pengetahuan yang berorientasi pada
kekhawatiran filosofis, meskipun dengan penuh apresiasi
dan kepekaan terhadap sejarah dan faktor sosiologis.Alexander
Bird's menyambut pergeseran ini kembali keawal
dan berharap bahwa pengenalan tidak hanya akan menjelaskan langkah
tapi berkontribusi untuk pemikiran baru
dalam ilmu pengetahuan .Pembagian
buku mewakili orientasi ini dengan baik. Bagian
Satu, berjudul Penyajian, dirancang terutama sebagai pembahasan isu-isu metafisik
tentang bagaimana dan apa yang para ilmuwan lain sampaikan mencoba untuk mewakili, menunjukkan dan memisahkannya.
Bagian Dua,
Alasan, merupakan alamat
epistemolog. Ia mengarahkan untuk menunjukkan bahwa satu externalist,
sedang menetralkan epistemology dapat
dengan baik meliput bagaimana ilmu pengetahuan, yang tidak memiliki metoda yang
unik, tetapi sungguh maju. Oleh para pengamat, para ilmuwan sekarang ini;
menunjukkan dunia dalam kaitan dengan menggunakan istilah kategori-kategori
yang berikut, yang merupakan sebutan: “Hukum dari Alam” , “Penjelasan”,“Jenis
Alami” dan “Realisme” .
Prospek-Prospek dan
permasalahan untuk satu epistemology dari ilmu pengetahuan jatuh di bawah
konsentrat sebagai berikut: “Keragu-raguan
Yang Induktif” , “Kemungkinan dan kesimpulan ilmu” , “Pengetahuan yang
induktif” dan “metoda dan Progress”
.Masing-masing pasal berakhir dengan
daftar pendek yang diusulkan untuk dibaca.
Permasalahan induksi yang
dihubungkan dengan isu-isunya akan menginformasikan sebagian besar jalan
yang di pikirkan dengan pertanyaan. Sebagai contoh, di dalam pendahuluan, yang diberi judul “Sifat alami Ilmu” , di
mulai dengan pertanyaan yang biasa “Apa ilmu ?” untuk jawaban dimulai dengan mengerti induksi, Cara Brid’s menjelaskannya
berbeda dengan Hakim William R.
Overton yang memimpin kasus yang
terkenal di Arkansas, yang menyampaikan
bahwa hukum dibawa berusaha untuk
memiliki kreasionisme yang harus diajarkan bersama teori evolusi kepada
mahsiswa sebagai dasar fisafat ilmu pengetahuan yang merupakan standart prinsip
yang membedakan ilmu dengan kegiatan lain. Menurut Berd’s bahwa kriteria ilmu pengetahuan yang
disampaikan oleh Overton harus dipandu oleh hukum alam, 1) harus jelas dalam referensi
untuk hukum-hukum alam/sesuai dengan hukum alam, 2) penjelasannya
dengan acuan hukum alam, 3) dapat diuji di dunia pengalaman,
4) kesimpulannya bersifat tentative , dan
5) dapat diverifikasi.Jadi tidak hanya menyediakan teori untuk dasar
penyelidikan akan tetapi juga menunjukkan
mengapa jawaban jatuh ke dalam dua kategori.
Dalam buku tersebut disampaikan
bahwa salah satu tujuan dasar dari ilmu adalah untuk memberikan representasi yang
akurat dari dunia, apa yang ada di dalamnya, bagaimana mereka berinteraksi, apa
yang menjelaskan apa, dan sebagainya. pertanyaan, kedua mempertimbangkan Berapa banyak yang dapat ilmu penalaran memberitahu kita tentang dunia?
Ilmu, dipandu oleh induksi,
mewakili dunia dalam berbagai cara dan berbagai cara penalaran tentang apa yang
ada di dalamnya. Induksi dinamai untuk bentuk penalaran yang berbeda
dari ilmu-ilmu alam, seperti kimia, meteorology, dan geologi dengan matematika,
seperti aljabar dan geometri. Pengetahuan ilmiah dikembangkan dengan jalan yang
berbeda dengan matematika. Bila ilmu-ilmu alam tergantung dari data yang
diperoleh melalui observasi, sedangkan matematika dikembangkan berdasarkan
teori umum yang sudah ada.
Istilah induktif dipergunakan paling tidak untuk 2 hal yang berbeda.
Dalam arti yang sangat luas, iduktif artinya non-dedutif. Dalam arti yang
sempit induksi dipakai untuk menamai suatu argument ilmiah yang spesifik.
Teori ilmiah tidak dimiliki oleh pengetahuan non ilmiah maupun ilmu semu.
Para filsuf menggolongkan pengetahuan ilmiah menjadi dua, yaitu
pengetahuan a priori dan pengetahuan a posteriori
. Pengetahuan a priori merupakan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan
hasil pemikiran semata tanpa didasarkan pada pengalaman (metode deduksi).
Sedangkan pengetahuan a posteriori merupakan pengetahuan yang
diperoleh melalui pengalaman (metode induksi).
Setiap bab dalam buku ini memberikan penjelasan singkat dari topik yang
dibahas, diperkenalkan juga isu-isu dan topik terungkap secara argumentative atau pararel dengan
sejarah berbagai pekembangan. Di dalam pembuktiannya dari bab-bab diatas Berd’s
tidak saja melakukan survey dengan berbagai posisi, tetapi seringkali bertanya
dengan perspektif sendiri, yang biasanya muncul sebagai wakil dari filosuf lain,
pada penjelasan berikutnya kita tahu bahwa keteraturan lisensi generalisasi
tentang dunia dan tampaknya akan menawarkan wawasan ke dalam Hukum Alam, namun,
tidak semua keteraturan adalah seperti hukum. Sementara kita mungkin ingin
menjadi minimalis tentang keteraturan.
Dalam penjelasannya Hukum alam bukan hasil karya ilmuwan, tugas ilmuwan
adalah menemukan hukum alam dan menjelaskannya dalam teori ilmiah.
Penjelasan-penjelasan tentang hukum alam adalah sebagai berikut.
1. Minimalism
about the law – the Simple Regularity Theory
Menurut the Simple Regurality
Theory, hukum alam itu sama dengan keteraturan. Adalah suatu hukum bahwa
Fs adalah Gs jika dan hanya jika semua Fs adalah Gs. Problem yang dapat timbul
berkenaan dengan keteraturan yang simpel adalah keterbatasannya untuk
menjelaskan berbagai fenomena.
2. Regularities
that are not laws
Tidak setiap keteraturan sebagai
hukum. Suatu keteraturan bisa saja terjadi karena faktor kebetulan.
3. Laws
and counterfactuals
Hukum mendukung keberlawanan fakta.
Contoh mobil Freddie berwarna hitam dan ketika dia membiarkannya di bawah terik
sinar matahari, mobil itu menjadi panas. Ada pernyataan yang berlawanan dengan
fakta, yaitu: jika mobil Freddie berwarna putih maka mobil itu akan lebih lama
panasnya.
4. Laws
that are not regularities – probabilistic laws
Ada beberapa keteraturan yang bukan
merupakan hukum alam, yaitu: 1) accidental regularities
(keteraturan-keteraturan secara kebetulan, 2) contrived regularities
(keteraturan-keteraturan yang disusun). 3) uninstantiated trivial
regularities (keteraturan-keteraturan yang sepele), dan 4) computing functional
regularities.
Ada hukum
yang menunjukkan adanya ketidak teraturan. Hukum ini merupakan hukum yang
umum dalam fisika nuklir. Yang berlaku dalam fisika nuklir adalah probabilitas
atau peluang.
Disampaikan juga bahwa satu fungsi ilmu adalah fungsi deskriptif, yaitu
menjelaskan fenomena yang menjadi objek kajiannya. Ada beberapa macam
penjelasan yaitu : 1. penjelasan sebab-alibat, 2. penjelasan nomic (penjelasan
dalam hubungannya dengan hukum alam, 3. penjelasan secara psikologis, 4.
penjelasan secara psikoanalitis, 5. penjelasan model Darwin, dan 6. penjelasan
fungsional. Menurut Hempel, penjelasan adalah prediksi setelah suatu
kejadian dan prediksi adalah penjelasan sebelum kejadian.
Menurut
Berd’s keteraturan yang sederhana (the Simple Regularity) sebagai epistemis yang
dapat diakses sebagai hukum, sedangkan Hukum probabilistik tampaknya tidak sesuai dengan the Simple
Regularity tidak memadai sebagai
sebuah kejadian dari hukum keteraturan Atau, minimalis mungkin ingin
menyampaikan cara untuk keteraturan sistematis efciently sehingga mereka mampu
untuk menggambarkan fakta-fakta yang diperlukan.
Akhirnya, teori
Keteraturan, sederhana atau ditambah, tidak dapat menjelaskan contoh
keteraturan cara kita untuk mengharapkan hukum alam. Kita membutuhkan sesuatu
seperti kebutuhan, yang mungkin
menunjukkan bagaimana kehadiran satu properti membawa lain. Namun, tampaknya
untuk menganalisis kebutuhan (atau necessitation antara universal) tanpa
bergantung pada konsep keteraturan.
Namun, mengingat buku ini penekanan
pada pendekatan kontemporer masalah induksi, yang dapat dimengerti secara
tepat. Meskipun dijelaskan Jenis Alam yang disajikan dalam konteksmengklasifikasikan
macam-macam hal yang ada di dunia,pendekatan kontemporer induksi yang ada di
latar belakang .Dan memang di bagian lain dari buku ini, Hukum menghubungkan
jenis alami. Induksi dapat dilihat sebagai inferensi terhadap penjelasan hukum,
Oleh karena itu jenis alami adalah jenis orang harus membuat penggunaan dalam kesimpulan
induktif, atau memiliki kecenderungan alami untuk membuat kesimpulan induktif
dengan intuitif, pandangan umum kontemporer filsafat ilmu yang memahami jenis
alam dapat membawa kita kepada beberapa jalan menuju perhitungan yang lebih baik dari induksi, tetapi beberapa
telah bertanya-tanya apakah diskusi alami jenis dalam cara ini tegang. Meskipun
demikian, sebagai pendahuluan bab ini menyala masalah dengan cahaya diskusi
saat ini dan ia melakukannya dengan baik. Bahkan, kekuatan utama dari pendahuluan
ini adalah diskusi yang jelas dan ringkas dari terakhir perkembangan dalam
filsafat ilmu. Dari bagian yang konstruktif empirisme (yang berpendapat berjalan kandas dalam mencoba untuk memahami
kesimpulan dari bukti, maka yang kuat ,meskipun tidak kritis, ketergantungan pada
Inferensi ke Penjelasan terbaik).
Akhir bahasannya menyampaikan Penjelasan Terbaik dan Metode
Ilmiah. Bilamana suatu teori ilmiah dapat memberikan penjelasan dengan
baik tentang fenomena yang jadi sasarannya?. Dengan pendapatnya Bill Newton-Smith telah mengidentifikasi 8
ciri teori ilmiah yang mampu digunakan untuk memberikan penjelasan dengan baik,
yang bisa digunakan acuan dalam memilih suatu teori, yaitu:
a. Observational nesting. Suatu teori seharusnya mempunyai
paling tidak konsekuensi observasi yang sama dengan teori-teori
sebelumnya.
b. Fertility.
Suatu teori seharusnya terbuka untuk diuji dan dikembangkan.
c. Track-record.
Suatu teori hendaknya memiliki keberhasilan pada waktu-waktu sebelumnya.
d. Inter-theory
support. Suatu teori seharusnya terintegrasi dan memberikan dukungan pada
teori-teori lainnya.
e. Smootness. Jika suatu teori tidak sesuai dengan
fenomena yang dijelaskannya hendaknya terbuka untuk dilakukan perbaikan.
f. Internal consistency. Suatu teori hendaknya
memiliki konsistensi internal.
g. Compaibilitywith well-grounded metaphysical beliefs.
Suatu teori hendaknya konsisten dengan asumsi-asumsi umum atau metafisis
tentang dunia.
h. Simplicity.
Teori yang simpel lebih baik dari pada teori yang rumit.
Ada aspek
lain dari investigasi ilmiah yang membedakannya dari bukan pengetahuan ilmiah.
Overton telah menyatakan penjelasan-penjelasan ilmiah mencakup hukum-hukum alam
dan membentuk hipotesis yang dapat diuji dengan bukti-bukti empiris. Dan hal
itu bertentangan dengan penjelasan-penjelasan yang bersifat supernatural.
Dengan penjelasan-penjelasan ilmiah yang terus dikembangkan melalui verifikasi
ilmiah maka ilmu mengalami perkembangan yang sangat pesat. Penjelasan akhir
inilah yang sebetulnya ingin di capai oleh Alexander Bird’s
Buku ini memberikan kemudahan bagi
pembaca dalam memahani ilmu, atau ilmu pengetahuan, sehingga akan mempermudah
di dalam menetapkan metode-metode dalam pemecalahan masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Asmoro Achmadi., 2010., Filsafat
Umum, Rajawali Pres, Jakarta
Almasdi Syahza, 2009., Metodologi
Penelitian, Pusbangdik Unri, Pekanbaru
Amroeni Drajat, 2006., Filsafat
Islam, Erlangga, Jakarta
Branner, Julia, 2002,
Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif,
Pustaka
Pelajar, Samarinda
Burhanuddin Salam, 2000, Sejarah Filsafat
Ilmu dan Teknologi, Rineka Cipta,Jakarta.
------------------------------, 2010, Pengantar
Filsafat, Bumi Aksara, Jakarta.
Capra, Fritjop, 1998, Titik Balik Peradaban: Sains
Masyarakat dan Kebangkitan.Kebudayaan, Terjemahan M. Thoyibi, Yayasan
Bentang Budaya,Yogyakarta
Himsworth, Harold,
1997, Pengetahuan Keilmuan dan Pemikiran Filosofi,
(Terjemahan Achmad
Bimadja, Ph.D), ITB Bandung, Bandung
Ibrahim Madkour, 2009., Aliran da Teori
Filsafat Islam, Bumi Aksara, Jakarta
Ida bagoes Mantra, 2008., Filsafat
Penelitian dan Metode Penelitian Sosial, Pustaka Pelajar, Yogjakarta
Ismaun, 2002, Filsafat Ilmu, Materi
Kuliah, ITB (Terbitan Khusus), Bandung
Jammer, Max, 1999, Einsten and Religion:
Physics and Theology, PrincetonUniversity, Press, New Jersey
Jerome R. Ravertz, 2009, Filsafat
Ilmu, Pusataka Pelajar, Yogjakarta
Jujun S. Suriasumantri, 2003, Filsafat
Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
Juhaya S. Praja, 2008., Aliran-aliran
Filsafat dan Etika, Prenada Media, Jakarta
Kuhn, Thomas S, 2000, The Structure of
Scientific Revolution: Peran Paradigma dalam Revolusi Sains, Terjemahan
Tjun Surjaman.
Rosda, Bandung
Mundiri, 2010., Logika, Raja Grafindo, Jakarta