Senin, 09 April 2012

“Philosophy Of Science”

CRITICAL REVIEW

Judul Buku  : “Philosophy Of Science”
Pengarang   : Alexander Bird’s
Tahun          : 1998
Penerbit       : University College London (UCL)
ISBNs          :1-85728-681-2 HB
                      1-85728-504-2 PB


Buku  Alexander Bird's “ Philosophy of  Science” merupakan buku pengenalan secara umum tentang filsafat dari  ilmu pengetahuan, atau juga bisa di katakan bahwa buku ini mengenalkan semua bidang inti dari filsafat . Dalam Pendahuluan Bird’s mengungkapkan  bahwa selagi positivis dan program-program yang terkait  yang digagalkan untuk mengembangkan filsafat dari ilmu pengetahuan dibangun dari satu dasar empiris atau perhitungan logika induktif .
Sejarah pendekatan filosofi Sosiologis dari ilmu pengetahuan, mengasilkan banyak metoda, bersama dengan relativisme dan memisahkan diri dari filsafat utama.  Bird’s memulai sebuah jalan tengah yang bijaksana, yaitu pemikiranya merupakan tren saat ini dalam filsafat ilmu pengetahuan yang berorientasi pada kekhawatiran filosofis, meskipun dengan penuh apresiasi dan kepekaan terhadap sejarah dan faktor sosiologis.Alexander Bird's menyambut pergeseran ini kembali keawal dan berharap bahwa pengenalan tidak hanya akan menjelaskan langkah tapi berkontribusi untuk pemikiran baru dalam ilmu pengetahuan .Pembagian buku mewakili orientasi ini dengan baik. Bagian Satu, berjudul Penyajian, dirancang terutama sebagai pembahasan isu-isu metafisik tentang bagaimana dan apa yang para ilmuwan lain sampaikan mencoba untuk mewakili, menunjukkan dan memisahkannya.
Bagian Dua, Alasan, merupakan alamat  epistemolog. Ia mengarahkan untuk menunjukkan bahwa satu externalist, sedang menetralkan epistemology  dapat dengan baik meliput bagaimana ilmu pengetahuan, yang tidak memiliki metoda yang unik, tetapi sungguh maju. Oleh para pengamat, para ilmuwan sekarang ini; menunjukkan dunia dalam kaitan dengan menggunakan istilah kategori-kategori yang berikut, yang merupakan sebutan: “Hukum dari Alam” , “Penjelasan”,“Jenis Alami” dan “Realisme” .
Prospek-Prospek dan permasalahan untuk satu epistemology dari ilmu pengetahuan jatuh di bawah konsentrat  sebagai berikut: “Keragu-raguan Yang Induktif” , “Kemungkinan dan kesimpulan ilmu” , “Pengetahuan yang induktif”  dan “metoda dan Progress” .Masing-masing pasal  berakhir dengan daftar pendek yang diusulkan untuk dibaca.
Permasalahan induksi yang  dihubungkan dengan isu-isunya akan menginformasikan sebagian besar jalan yang di pikirkan dengan pertanyaan. Sebagai contoh, di dalam pendahuluan,  yang diberi judul “Sifat alami Ilmu” , di mulai dengan pertanyaan yang biasa “Apa ilmu ?” untuk jawaban  dimulai dengan  mengerti induksi, Cara Brid’s menjelaskannya berbeda dengan Hakim William R. Overton  yang memimpin kasus yang terkenal di Arkansas,  yang menyampaikan bahwa hukum dibawa  berusaha untuk memiliki kreasionisme yang harus diajarkan bersama teori evolusi kepada mahsiswa sebagai dasar fisafat ilmu pengetahuan yang merupakan standart prinsip yang membedakan ilmu dengan kegiatan lain. Menurut Berd’s  bahwa kriteria ilmu pengetahuan yang disampaikan oleh Overton harus dipandu  oleh hukum alam, 1) harus jelas dalam referensi untuk hukum-hukum alam/sesuai dengan hukum alam,  2)   penjelasannya dengan acuan hukum alam,  3)  dapat diuji di dunia pengalaman, 4)     kesimpulannya bersifat tentative , dan   5)  dapat diverifikasi.Jadi tidak hanya menyediakan teori untuk dasar penyelidikan akan tetapi juga menunjukkan mengapa jawaban jatuh ke dalam dua kategori.
Dalam buku tersebut disampaikan bahwa salah satu tujuan dasar dari ilmu adalah untuk memberikan representasi yang akurat dari dunia, apa yang ada di dalamnya, bagaimana mereka berinteraksi, apa yang menjelaskan apa, dan sebagainya.   pertanyaan, kedua mempertimbangkan  Berapa banyak yang dapat ilmu  penalaran memberitahu kita tentang dunia?
Ilmu, dipandu oleh induksi, mewakili dunia dalam berbagai cara dan berbagai cara penalaran tentang apa yang ada di dalamnya. Induksi dinamai untuk bentuk penalaran yang berbeda dari ilmu-ilmu alam, seperti kimia, meteorology, dan geologi dengan matematika, seperti aljabar dan geometri. Pengetahuan ilmiah dikembangkan dengan jalan yang berbeda dengan matematika. Bila ilmu-ilmu alam tergantung dari data yang diperoleh melalui observasi, sedangkan matematika dikembangkan berdasarkan teori umum yang sudah ada.
Istilah induktif dipergunakan paling tidak untuk 2 hal yang berbeda. Dalam arti yang sangat luas, iduktif artinya non-dedutif.  Dalam arti yang sempit induksi dipakai untuk menamai suatu argument ilmiah yang spesifik.
Teori ilmiah tidak dimiliki oleh pengetahuan non ilmiah maupun ilmu semu. Para filsuf menggolongkan pengetahuan ilmiah menjadi dua, yaitu pengetahuan  a priori dan pengetahuan a posteriori .  Pengetahuan a priori merupakan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan hasil pemikiran semata tanpa didasarkan pada pengalaman (metode deduksi).  Sedangkan pengetahuan a posteriori merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman (metode induksi).
Setiap bab dalam buku ini memberikan penjelasan singkat dari topik yang dibahas, diperkenalkan juga isu-isu dan topik terungkap  secara argumentative atau pararel dengan sejarah berbagai pekembangan. Di dalam pembuktiannya dari bab-bab diatas Berd’s tidak saja melakukan survey dengan berbagai posisi, tetapi seringkali  bertanya dengan perspektif sendiri, yang biasanya muncul sebagai wakil dari filosuf lain, pada penjelasan berikutnya kita tahu bahwa keteraturan lisensi generalisasi tentang dunia dan tampaknya akan menawarkan wawasan ke dalam Hukum Alam, namun, tidak semua keteraturan adalah seperti hukum. Sementara kita mungkin ingin menjadi  minimalis tentang keteraturan.
Dalam penjelasannya Hukum alam bukan hasil karya ilmuwan, tugas ilmuwan adalah menemukan hukum  alam dan menjelaskannya dalam teori ilmiah. Penjelasan-penjelasan tentang hukum alam adalah sebagai berikut.
1.  Minimalism about the law – the Simple Regularity Theory
Menurut the Simple Regurality Theory, hukum alam itu sama dengan keteraturan. Adalah suatu hukum bahwa Fs adalah Gs jika dan hanya jika semua Fs adalah Gs. Problem yang dapat timbul berkenaan dengan keteraturan yang simpel adalah keterbatasannya untuk menjelaskan berbagai fenomena.
2.  Regularities that are not laws
Tidak setiap keteraturan sebagai hukum. Suatu keteraturan bisa saja terjadi karena faktor kebetulan.
3.  Laws and counterfactuals
Hukum mendukung keberlawanan fakta. Contoh mobil Freddie berwarna hitam dan ketika dia membiarkannya di bawah terik sinar matahari, mobil itu menjadi panas. Ada pernyataan yang berlawanan dengan fakta, yaitu: jika mobil Freddie berwarna putih maka mobil itu akan lebih lama panasnya.
4.  Laws that are not regularities – probabilistic laws
Ada beberapa keteraturan yang bukan merupakan hukum alam, yaitu: 1) accidental regularities (keteraturan-keteraturan secara kebetulan, 2) contrived regularities (keteraturan-keteraturan  yang disusun). 3) uninstantiated trivial regularities (keteraturan-keteraturan yang sepele), dan 4) computing functional regularities.
Ada hukum yang menunjukkan adanya ketidak teraturan.  Hukum ini merupakan hukum yang umum dalam fisika nuklir. Yang berlaku dalam fisika nuklir adalah probabilitas atau peluang.
Disampaikan juga bahwa satu fungsi ilmu adalah fungsi deskriptif, yaitu menjelaskan fenomena yang menjadi objek kajiannya. Ada beberapa macam penjelasan yaitu : 1. penjelasan sebab-alibat, 2. penjelasan nomic (penjelasan dalam hubungannya dengan hukum alam, 3. penjelasan secara psikologis, 4. penjelasan secara psikoanalitis, 5. penjelasan model Darwin, dan 6. penjelasan fungsional.  Menurut Hempel, penjelasan adalah prediksi setelah suatu kejadian dan prediksi adalah penjelasan sebelum kejadian.
            Menurut Berd’s keteraturan yang sederhana (the Simple Regularity) sebagai epistemis yang dapat diakses sebagai hukum, sedangkan Hukum probabilistik tampaknya tidak sesuai dengan the Simple Regularity tidak memadai sebagai sebuah kejadian dari hukum keteraturan Atau, minimalis mungkin ingin menyampaikan cara untuk keteraturan sistematis efciently sehingga mereka mampu untuk menggambarkan fakta-fakta yang diperlukan.
            Akhirnya, teori Keteraturan, sederhana atau ditambah, tidak dapat menjelaskan contoh keteraturan cara kita untuk mengharapkan hukum alam. Kita membutuhkan sesuatu seperti kebutuhan, yang mungkin menunjukkan bagaimana kehadiran satu properti membawa lain. Namun, tampaknya untuk menganalisis kebutuhan (atau necessitation antara universal) tanpa bergantung pada konsep keteraturan.
Namun, mengingat buku ini penekanan pada pendekatan kontemporer masalah induksi, yang dapat dimengerti secara tepat. Meskipun dijelaskan Jenis Alam yang disajikan dalam konteksmengklasifikasikan macam-macam hal yang ada di dunia,pendekatan kontemporer induksi yang ada di latar belakang .Dan memang di bagian lain dari buku ini, Hukum menghubungkan jenis alami. Induksi dapat dilihat sebagai inferensi terhadap penjelasan hukum, Oleh karena itu jenis alami adalah jenis orang harus membuat penggunaan dalam kesimpulan induktif, atau memiliki kecenderungan alami untuk membuat kesimpulan induktif dengan intuitif, pandangan umum kontemporer filsafat ilmu yang memahami jenis alam dapat membawa kita kepada beberapa jalan menuju perhitungan  yang lebih baik dari induksi, tetapi beberapa telah bertanya-tanya apakah diskusi alami jenis dalam cara ini tegang. Meskipun demikian, sebagai pendahuluan bab ini menyala masalah dengan cahaya diskusi saat ini dan ia melakukannya dengan baik. Bahkan, kekuatan utama dari pendahuluan ini adalah diskusi yang jelas dan ringkas dari terakhir perkembangan dalam filsafat ilmu. Dari bagian yang konstruktif empirisme (yang berpendapat  berjalan kandas dalam mencoba untuk memahami kesimpulan dari bukti, maka yang kuat ,meskipun tidak kritis, ketergantungan pada Inferensi ke Penjelasan terbaik).
Akhir bahasannya menyampaikan Penjelasan Terbaik dan Metode Ilmiah. Bilamana suatu teori ilmiah dapat memberikan penjelasan dengan baik tentang fenomena yang jadi sasarannya?. Dengan pendapatnya  Bill Newton-Smith telah mengidentifikasi 8 ciri teori ilmiah yang mampu digunakan untuk memberikan penjelasan dengan baik, yang bisa digunakan acuan dalam memilih suatu teori, yaitu:
a. Observational nesting. Suatu teori seharusnya mempunyai paling tidak konsekuensi observasi  yang sama dengan teori-teori sebelumnya.
b. Fertility. Suatu teori seharusnya terbuka  untuk diuji dan dikembangkan.
c. Track-record. Suatu teori hendaknya memiliki keberhasilan pada waktu-waktu  sebelumnya.
d. Inter-theory support. Suatu teori seharusnya terintegrasi dan memberikan dukungan pada teori-teori lainnya.
e.  Smootness. Jika suatu teori tidak sesuai dengan fenomena yang dijelaskannya hendaknya terbuka untuk dilakukan perbaikan.
f.  Internal consistency.  Suatu teori hendaknya memiliki konsistensi internal.
g. Compaibilitywith well-grounded metaphysical beliefs. Suatu teori hendaknya konsisten dengan asumsi-asumsi umum atau metafisis tentang dunia.
h. Simplicity. Teori  yang simpel lebih baik dari pada teori  yang rumit.
Ada aspek lain dari investigasi ilmiah yang membedakannya dari bukan pengetahuan ilmiah. Overton telah menyatakan penjelasan-penjelasan ilmiah mencakup hukum-hukum alam dan membentuk hipotesis yang dapat diuji dengan bukti-bukti empiris. Dan hal itu bertentangan dengan penjelasan-penjelasan yang bersifat supernatural.  Dengan penjelasan-penjelasan ilmiah yang terus dikembangkan melalui verifikasi ilmiah maka ilmu mengalami perkembangan yang sangat pesat. Penjelasan akhir inilah yang sebetulnya ingin di capai oleh Alexander Bird’s
            Buku ini memberikan kemudahan bagi pembaca dalam memahani ilmu, atau ilmu pengetahuan, sehingga akan mempermudah di dalam menetapkan metode-metode dalam pemecalahan masalah.
   





DAFTAR PUSTAKA
Asmoro Achmadi., 2010., Filsafat Umum, Rajawali Pres, Jakarta
Almasdi Syahza, 2009., Metodologi Penelitian, Pusbangdik Unri, Pekanbaru
Amroeni Drajat, 2006., Filsafat Islam, Erlangga, Jakarta
Branner, Julia, 2002, Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif,
Pustaka Pelajar, Samarinda
Burhanuddin Salam, 2000, Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi, Rineka Cipta,Jakarta.
------------------------------, 2010, Pengantar Filsafat, Bumi Aksara, Jakarta.
Capra, Fritjop, 1998, Titik Balik Peradaban: Sains Masyarakat dan Kebangkitan.Kebudayaan, Terjemahan M. Thoyibi, Yayasan Bentang Budaya,Yogyakarta
Himsworth, Harold, 1997, Pengetahuan Keilmuan dan Pemikiran Filosofi,
(Terjemahan Achmad Bimadja, Ph.D), ITB Bandung, Bandung
Ibrahim Madkour, 2009., Aliran da Teori Filsafat Islam, Bumi Aksara, Jakarta
Ida bagoes Mantra, 2008., Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial, Pustaka Pelajar, Yogjakarta
Ismaun, 2002, Filsafat Ilmu, Materi Kuliah, ITB (Terbitan Khusus), Bandung
Jammer, Max, 1999, Einsten and Religion: Physics and Theology, PrincetonUniversity, Press, New Jersey
Jerome R. Ravertz, 2009, Filsafat Ilmu, Pusataka Pelajar, Yogjakarta
Jujun S. Suriasumantri, 2003, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
Juhaya S. Praja, 2008., Aliran-aliran Filsafat dan Etika, Prenada Media, Jakarta
Kuhn, Thomas S, 2000, The Structure of Scientific Revolution: Peran Paradigma dalam Revolusi Sains, Terjemahan Tjun Surjaman.
Rosda, Bandung Mundiri, 2010., Logika, Raja Grafindo, Jakarta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar